Selasa, 24 April 2012

Poligami Ditinjau Dari Aspek Syariat Dan Realitas Sosial


Poligami ditinjau dari aspek syariat dan realitas sosial
                Beristri banyak (poligami/at-ta’addud) dibatasi maksimal 4 orang istri, dalam satu waktu yang sama. Poligami menjadi masalah, karena pengaruh opini barat yang mendorong orang, terutama kaum wanita, untuk menentangnya, maka masalah ini perlu dilihat dari 2 aspek, yaitu aspek Agama (Syari’at) dan rearitas sosial.
1.       Poligami ditinjau dari aspek syariat
Islam tidak pernah mengadakan suatu ketetapan manusia tidak mampu melakukannya, seperti mengenai hukum poligami maupun ketetapun hukum asal perkawinan. Begitu juga dalam berbagai aspek muamalah dan hubungan antar manusia yang dikehendaki oleh tabiat kemasyarakatan. Islam hanya menetapkan hal-hal yang dikehendaki oleh alam dengan memperbaiki segala sesuatu yang dipandang perlu dari segi pemeliharaan yang dapat menjamin alam berada pada batas keseimbangan, menjaganya dari kejahatan penyimpangan dan memelihara bagi masyarakat keseimbangan kebutuhan alamiahnya.
Oleh karena itu syariat islam membatasi poligami pada jumlah bilangan yang dapat menjamin pengaruhnya hajat laki-laki dengan cara yang tidak mempengaruhi masa-masa seorang wanita yang tidak ingin dimadu.
Selain itu, syariat islam mewajibkan seorang laki-laki berlaku adil didalam memenuhi berbagai tuntutan kehidupan diantara istri-istri tersebut, sehingga dapat membantu tetap terpeliharanya ketenangan dan kedamaian, dan dijauhkan dari kedzoliman.
Dengan demikian, hukum asal poligami adalah mubah. Bagi suami yang mempermainkan ayat poligami dengan mendzolimi istri dapat dikenakan hukuman ta’zir oleh hakim. (QS. An-Nisa (4) : 3).
وَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تُقْسِطُواْ فِي الْيَتَامَى فَانكِحُواْ مَا طَابَ لَكُم مِّنَ النِّسَاء مَثْنَى وَثُلاَثَ وَرُبَاعَ فَإِنْ خِفْتُمْ أَلاَّ تَعْدِلُواْ فَوَاحِدَةً
 أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُكُمْ ذَلِكَ أَدْنَى أَلاَّ تَعُولُواْ [ سورة النساء - الآية 3 ]
Dan jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil terhadap (hak-hak) perempuan yang yatim (bilamana kamu mengawininya), maka kawinilah wanita-wanita (lain) yang kamu senangi : dua, tiga atau empat. Kemudian jika kamu takut tidak akan dapat berlaku adil, maka (kawinilah) seorang saja, atau budak-budak yang kamu miliki. Yang demikian itu adalah lebih dekat kepada tidak berbuat aniaya.

2.       Poligami dilihat dari realitas sosial
              Banyak pemerintah sekuler yang melarang warganya berpoligami dengan berbagai alasan, misalnya poligami menyebabkan keluarga tersia-sia, dianggap penyebab membengkaknya jumlah anak terlantar sehingga memberatkan pemerintah dan sebagainya. Sehingga kemudian dibuatlah undang-undang yang melarang poligami atau mengizinkan dengan syarat-syarat yang memberatkan seperti izin dari istri pertama dan lain-lain.
                Akibat undang-undang ini maka yang terjadia adalah munculnya istilah istri gelap atau istri simpanan (sephia) atau apa saja yang merendahkan martabat wanita. Selain itu, dampak pembuatan akte nikah yang sedemikian mahaltelah mendorong para pemuda pemudi islam lari dari perkawinan dan menempuh jalan yang menyimpang dari syariat, mislnyakumpul kebo, seks bebas (prostitusi) dan sebagainya.
                Pelarangan poligami di berbagai negara sekuler justru melahirkan banyak anak gelandangan akibat perbuatan seks bebas yang dibiarkan oleh pemerintah. Oleh karena itu, ditinjau dari aspek kemasyarakatan pun, poligami dapat memberikan solusi sosial bagi mereka yang mampu untuk berlaku adil sesuai dengan syariat.

Sumber ; Andi Muawiyah Ramli, Demi Ayat Tuhan





Tidak ada komentar:

Posting Komentar